Rabu, 10 Oktober 2012

Cahaya yang tertutupi


Cahaya yang tertutupi
Oleh : Asep Suhendar S

“ sepatuku hilaaaang!!!” seru icha, gadis manis  berambut ikal, sesaat ketika hendak keluar dari perpustakaan. Dari sudut perpustakaan, roni tersenyum puas. Rupanya roni yang menyembunyikan sepatu punya icha.

Diceritakan di sebuah sekolah ada seorang anak yang bernama Roni. Dia sering mengganggu teman – temannya. Banyak teman sekelasnya menangis karena sepatu sebelah mereka menghilang saat pulang sekolah. Ternyata itu perbuatan roni yang selalu menyembunyikan sepatu teman-temannya.  Setiap hari pasti ada saja temannya yang menangis karena ulahnya.
Suatu hari saat jam istirahat roni sedang bermain kelereng dengan asep, roni bermainnya curang dan asep mengetahui kecurangan itu. Asep berusaha menegurnya tetapi roni malah memukul asep. Asep pun berusaha menangkis pukulan roni tetapi apadaya badan asep lebih kecil dibandingkan roni. Asep pun kalah dan mendapatkan pukulan beberapa kali dari roni. Kemudian asep menangis kesakitan dia berlari ke rumahnya sambil menangis.
Secara bersamaan ibunya asep yang baru pulang jualan kue, kaget melihat anaknya menangis sambil memegang kepala dan muntah – muntah.
“ asep kenapa? ” Tanya ibu asep.
Asep masih menangis sambil memegang kepala.
“ asep sakit?” Tanya ibu kembali.
Tapi ibu asep melihat muka asep agak bengkak. Asep menangis tambah kencang.
“ sakit . . .  sakit . . .  sakit . . .  bu sakit . . . “ teriak asep sambil menangis.
“ kenapa muka asep agak bengkak gitu? coba ibu lihat ,” tanya ibu asep sambil memegang kepala asep.
“ aww. . . . sakit bu sakit . . .” ucap asep sambil menangkis tangan ibunya yang sedang memegang kepalanya.
“ asep kenapa kamu kecelakaan, jatuh, atau apa?” Tanya ibu asep yang sedikit cemas.
“ sama roni bu.” Ucap asep yang sedikit tersendu – sendu.
“ kamu diapain sama roni?” Tanya ibunya kembali.
Tapi asep malah menangis lebih kencang dan memegang mukanya yang bengkak. Ibunya yang masih lelah karena baru pulang jualan kue, panik melihat anaknya menangis dan mukanya bengkak.
Ibunya asep pun datang ke sekolah menegur roni.
“Roni. . . !! kenapa  itu asep menangis sambil memegang kepala?” Tanya ibunya asep dengan nada tinggi.
Roni hanya diam tidak mengeluarkan kata sedikit pun dan dia hanya menunduk. Tidak lama kemudian ada ibu guru yang menyelesaikan masalah itu.
Ibunya asep merasa tidak puas, ia pergi ke rumah roni kebetulan rumah mereka sekampung. Ibunya asep pun memberitahukan kelakuan roni kepada orang tuanya. Orang tua roni dengan sabar menanggapi kemarahan ibunya asep.
Setelah pulang sekolah roni dinasehati orang tuanya dengan baik – baik.
“nak di dalam dirimu itu terdapat emas kebaikan yang tak ternilai harganya, tetapi kamu tutupi emas itu dengan lumpur yang kotor,” ucap ayahnya.
lanjut ayahnya, “baiklah nak mulai sekarang jika kamu melakukan kenakalan seperti berkelahi, menjaili teman – temanmu, atau melakukan hal – hal yang buruk. Ayah sediakan paku dekat pohon apel di halaman rumah kita. Setiap kamu melakukan kenakalan atau hal – hal buruk, kamu tancapkan paku itu di pohon apel sebanyak keburukan yang kamu lakukan.”
Roni pun menuruti perkataan ayahnya itu.
Keesokan harinya roni melakukan kenakalannya lagi dan sebelum masuk ke rumah dia menancapkan paku itu di pohon apel. Setiap hari dia terus melakukan banyak kenakalan, begitu pun paku yang menancap di pohon apelnya begitu banyak.
Beberapa minggu kemudian pohon apel itu pun berbuah, saat itu roni ingin sekali memakan buah apel dan bersantai di dahan pohon apel itu tetapi ia bingung, saat akan memanjat banyak paku yang menancap di pohon apel itu. Dia hanya diam di dekat pohon itu.
Kemudian ayah roni menghampirinya.
“nak lihatlah pohon apel itu, begitu banyak kenakalan yang telah kamu lakukan sampai – sampai pohon apel itu pun tidak mau dipanjat oleh kamu. Begitu juga dengan teman – temanmu, mereka tidak mau berteman lagi denganmu,” ucap  ayah roni.
Roni pun merenungi kenakalan yang telah ia lakukan selama ini kepada teman - temannya, matanya berkaca – kaca. Ia menyesali kesalahannya. Dia berjanji kepada dirinya dan orang tuanya bahwa dia akan merubah kelakuannya.
Orang tua roni pun senang mendengarnya.
“baiklah nak sekarang jika kamu melakukan kebaikan. Lepaslah paku itu dari pohon sebanyak kebaikan yang kamu lakukan,”ucap ayahnya.
Roni pun pelahan – lahan belajar berbuat baik dan setiap dia melakukan kebaikan. Dia  mencabut beberapa paku yang menancap itu.
Setiap hari ia melakukan kebaikan. Sedikit demi sedikit paku yang menancap di pohon apel pun berkurang malahan paku itu tercabut semua. Dia telah berhasil melakukan banyak kebaikan.
Setelah tidak ada paku yang menancap. Dia ingin memanjat pohon apel itu dan memetik buah apelnya tetapi saat dia mau memanjat, ia merenung kembali.
Ayah roni pun mendekatinya.
“kenapa nak kamu bengong?”Tanya ayahnya.
“yah . . . lihat pohon apel itu banyak bekas tancapan paku – paku,”ucap roni.
“iya nak  . . . itulah akibat dari kenakalan yang kita perbuat walaupun kamu sudah berbuat baik kepada temanmu tetapi temanmu masih menyimpan sakit dalam hatinya,”ucap ayahnya.
Jadi sekarang lakukanlah terus kebaikan, mintalah ampunan kepada Sang Pencipta dan janganlah melakukan kenakalan dan hal – hal yang buruk lagi.

1 komentar:

rendyekapriansyah mengatakan...

mantab,lanjutkan ceesku

Posting Komentar

 
;