Cahaya yang
tertutupi
Oleh : Asep Suhendar S
“ sepatuku
hilaaaang!!!” seru icha, gadis manis
berambut ikal, sesaat ketika hendak keluar dari perpustakaan. Dari sudut
perpustakaan, roni tersenyum puas. Rupanya roni yang menyembunyikan sepatu
punya icha.
Diceritakan
di sebuah sekolah ada seorang anak yang bernama Roni. Dia sering mengganggu teman
– temannya. Banyak teman sekelasnya menangis karena sepatu sebelah mereka
menghilang saat pulang sekolah. Ternyata itu perbuatan roni yang selalu
menyembunyikan sepatu teman-temannya. Setiap hari pasti ada saja temannya yang menangis
karena ulahnya.
Suatu
hari saat jam istirahat roni sedang bermain kelereng dengan asep, roni
bermainnya curang dan asep mengetahui kecurangan itu. Asep berusaha menegurnya
tetapi roni malah memukul asep. Asep pun berusaha menangkis pukulan roni tetapi
apadaya badan asep lebih kecil dibandingkan roni. Asep pun kalah dan
mendapatkan pukulan beberapa kali dari roni. Kemudian asep menangis kesakitan
dia berlari ke rumahnya sambil menangis.
Secara
bersamaan ibunya asep yang baru pulang jualan kue, kaget melihat anaknya
menangis sambil memegang kepala dan muntah – muntah.
“
asep kenapa? ” Tanya ibu asep.
Asep
masih menangis sambil memegang kepala.
“
asep sakit?” Tanya ibu kembali.
Tapi
ibu asep melihat muka asep agak bengkak. Asep menangis tambah kencang.
“
sakit . . . sakit . . . sakit . . .
bu sakit . . . “ teriak asep sambil menangis.
“
kenapa muka asep agak bengkak gitu? coba ibu lihat ,” tanya ibu asep sambil
memegang kepala asep.
“
aww. . . . sakit bu sakit . . .” ucap asep sambil menangkis tangan ibunya yang
sedang memegang kepalanya.
“
asep kenapa kamu kecelakaan, jatuh, atau apa?” Tanya ibu asep yang sedikit
cemas.
“
sama roni bu.” Ucap asep yang sedikit tersendu – sendu.
“
kamu diapain sama roni?” Tanya ibunya kembali.
Tapi
asep malah menangis lebih kencang dan memegang mukanya yang bengkak. Ibunya
yang masih lelah karena baru pulang jualan kue, panik melihat anaknya menangis
dan mukanya bengkak.
Ibunya
asep pun datang ke sekolah menegur roni.
“Roni.
. . !! kenapa itu asep menangis sambil
memegang kepala?” Tanya ibunya asep dengan nada tinggi.
Roni
hanya diam tidak mengeluarkan kata sedikit pun dan dia hanya menunduk. Tidak
lama kemudian ada ibu guru yang menyelesaikan masalah itu.
Ibunya
asep merasa tidak puas, ia pergi ke rumah roni kebetulan rumah mereka sekampung.
Ibunya asep pun memberitahukan kelakuan roni kepada orang tuanya. Orang tua
roni dengan sabar menanggapi kemarahan ibunya asep.
Setelah
pulang sekolah roni dinasehati orang tuanya dengan baik – baik.
“nak
di dalam dirimu itu terdapat emas kebaikan yang tak ternilai harganya, tetapi
kamu tutupi emas itu dengan lumpur yang kotor,” ucap ayahnya.
lanjut
ayahnya, “baiklah nak mulai sekarang jika kamu melakukan kenakalan seperti
berkelahi, menjaili teman – temanmu, atau melakukan hal – hal yang buruk. Ayah
sediakan paku dekat pohon apel di halaman rumah kita. Setiap kamu melakukan
kenakalan atau hal – hal buruk, kamu tancapkan paku itu di pohon apel sebanyak
keburukan yang kamu lakukan.”
Roni
pun menuruti perkataan ayahnya itu.
Keesokan
harinya roni melakukan kenakalannya lagi dan sebelum masuk ke rumah dia
menancapkan paku itu di pohon apel. Setiap hari dia terus melakukan banyak
kenakalan, begitu pun paku yang menancap di pohon apelnya begitu banyak.
Beberapa
minggu kemudian pohon apel itu pun berbuah, saat itu roni ingin sekali memakan
buah apel dan bersantai di dahan pohon apel itu tetapi ia bingung, saat akan
memanjat banyak paku yang menancap di pohon apel itu. Dia hanya diam di dekat
pohon itu.
Kemudian
ayah roni menghampirinya.
“nak
lihatlah pohon apel itu, begitu banyak kenakalan yang telah kamu lakukan sampai
– sampai pohon apel itu pun tidak mau dipanjat oleh kamu. Begitu juga dengan teman
– temanmu, mereka tidak mau berteman lagi denganmu,” ucap ayah roni.
Roni
pun merenungi kenakalan yang telah ia lakukan selama ini kepada teman -
temannya, matanya berkaca – kaca. Ia menyesali kesalahannya. Dia berjanji
kepada dirinya dan orang tuanya bahwa dia akan merubah kelakuannya.
Orang
tua roni pun senang mendengarnya.
“baiklah
nak sekarang jika kamu melakukan kebaikan. Lepaslah paku itu dari pohon
sebanyak kebaikan yang kamu lakukan,”ucap ayahnya.
Roni
pun pelahan – lahan belajar berbuat baik dan setiap dia melakukan kebaikan. Dia
mencabut beberapa paku yang menancap
itu.
Setiap
hari ia melakukan kebaikan. Sedikit demi sedikit paku yang menancap di pohon
apel pun berkurang malahan paku itu tercabut semua. Dia telah berhasil
melakukan banyak kebaikan.
Setelah
tidak ada paku yang menancap. Dia ingin memanjat pohon apel itu dan memetik
buah apelnya tetapi saat dia mau memanjat, ia merenung kembali.
Ayah
roni pun mendekatinya.
“kenapa
nak kamu bengong?”Tanya ayahnya.
“yah
. . . lihat pohon apel itu banyak bekas tancapan paku – paku,”ucap roni.
“iya
nak . . . itulah akibat dari kenakalan
yang kita perbuat walaupun kamu sudah berbuat baik kepada temanmu tetapi
temanmu masih menyimpan sakit dalam hatinya,”ucap ayahnya.
Jadi
sekarang lakukanlah terus kebaikan, mintalah ampunan kepada Sang Pencipta dan
janganlah melakukan kenakalan dan hal – hal yang buruk lagi.
1 komentar:
mantab,lanjutkan ceesku
Posting Komentar