Celotehan di
Angkot
Oleh : Asep Suhendar S
“ Ibu kerja buat apa?
Nyari uang buat makan keluarga, sekolah kamu, beli baju kamu. Ibu, satu jam
dapat uang berapa? Sekitar seratus ribu nak? Emang kenapa nak? Ibu, jika aku
punya uang sepuluh ribu, aku bisa dapat waktu bersama ibu berapa lama?”
Mentari
yang baru sepenggal muncul ke bumi. Ditengah udara yang masih segar aku
bersiap-siap pergi ke pelatihan menulis.
Aku naik angkot menuju ke tempat pelatihan menulis. Penumpang angkot
yang aku tumpangi cukup penuh. Aku duduk di samping ibu – ibu yang memakai
kemeja biru telur asin.
Di angkot aku tidak
sengaja mendengarkan obrolan ibu yang memakai kemeja biru telur asin itu.
“ bu. . . ibu kerja
dimana?” kata ibu A.
“ Di pabrik satu bu ,
aduh saya lembur nih. Anak saya sampai menangis karena belum sempet bertemu
saya. Saya berangkat subuh pulang malam. Saat berangkat ataupun pulang anak
saya masih tertidur lelap.” Cerita ibu B.
Dalam
hati, aku merasa kasihan sama anak ibu B. Dia butuh perhatian dari seorang ibu.
Walaupun banyak uang tetapi tidak punya waktu untuk berkumpul bersama keluarga.
Dia mencari uang itu untuk membahagiakan
anaknya. Tapi anak malah sedih karena tidak bisa berkumpul, bercanda,
mendapatkan perhatian dari ibunya. Tidak
selamanya uang itu dapat menjadi kebahagaian. Iya sih memang mencari
uang itu penting, namun lebih penting waktu bersama keluarga.
Aku teringat kenangan masa lalu bersama
keluarga sederhanaku yang utuh dan bahagia. Ayahku yang tampan selalu
bertanggung jawab, selalu melindungi, selalu berusaha untuk mencukupi kebutuhan
keluargaku yang hanya penghasilan dari kuli bangunan.
Ibuku yang cantik, jago
masak, pintar membuat kue-kue kering, yang selalu setia mendengarkan cerita-ceritaku.
Selalu memberi kehangatan dalam keluarga disaat sedang berkumpul.
Dan
kedua kakakku yang cantik yang selalu membantuku ibu membuat kue untuk dijual.
Kami selalu ada dalam kebersamaan. Walaupun kami tidak banyak uang tapi dengan
kebersamaan itu membuat kami merasa bahagia. Kebahagiaan yang nggak akan pernah
aku lupakan saat ibu membuat cake ultahku dan `makan bersama-sama. Itu menjadi
kenangan terakhir bersama ibuku. Keceriaan di wajah kami memberikan warna
ditengah-tengah keluarga.
Lamuananku buyar saat
mendengar suara jeritan motor dan angkot yang aku tumpangi mendadak berhenti.
Cekittttt…………….
Brukkk…….. !!! aku mendengar suara sepeda motor yang rem mendadak. Sepeda motor
itu menabrak bemper belakang angkot yang aku tumpangi. Si abang angkotnya malah
menertawakan orang yang celaka itu.
“Syukurin makanya kalo
mengendarai itu lihat-lihat,” seru abang angkot sambil tersenyum.
Karena tidak apa-apa,
angkot yang aku tumpangi terus jalan menghiraukan si pengendara sepada motor.
Pikirku kembali
bertanya.
Apakah
kesuksesan itu hanya diukur dari materi saja untuk mencapai kebahagiaan??
Materi
mungkin adalah simbol sukses, namun bukan itu yang hendaknya Anda cari dalam
hidup.
Banyak
orang sukses yang tidak bahagia setelah banyak uang. Terus apakah uang
penting?? Ya, uang hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Bukan tujuan itu
sendiri. Kebanyakan dari kita menjadikan uang sebagai tujuan kita.
Kebahagiaan
tidak cukup dinilai dari uang yang kita dapatkan, jika begitu kebahagiaan itu
tidak ada harganya lagi. Ada yang lebih bernilai daripada uang yaitu keluarga,
kesehatan, dan spiritual.
0 komentar:
Posting Komentar